SEJARAH RESOLUSI JIHAD UNTUK SANTRI MASA KINI

https://id.pinterest.com

Pada pembahasan kali ini yang bertepatan dengan hari santri maka, saya akan membahas tentang Sejarah Hari Santri Nasional yang diperingati pada tanggal 22 Oktober. Pada dasarnya peringatan Hari Santri Nasional tidak bertujuan untuk merujukkan pada kelompok tertentu, melainkan merujuk kepada mereka yang memiliki semangat nasionalisme untuk memperjuangkan tanah air yang tengah diporak-porandakan oleh kolonial Belanda, banyak orang pribumi yang mati karena siksaan dari mereka. Tujuan penetapan Hari Santri Nasional adalah untuk memperingati dan untuk memberikan teladan bagi santri masa kini, agar dapat melihat semangat jihad yang gelorakan oleh para santri tentang negara Indonesia yang digelorakan para ulama masa kini. Tujuan lainnya adalah agar para santri lebih semangat dalam mempelajari ilmu agama yang ada dipondok pesantren dan juga belajar sikap nasionalisme yang ada pada buku yang dipelajari saat menimba ilmu di pesantren tersebut.

Dengan adanya peringatan Hari Santri Nasional dimaksudkan agar para masyarakat dapat mengingat tentang adanya resolusi jihad yang dikumandangkan oleh ketua Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) yaitu KH. Hasyim Asy’ari. Beliau  meluncurkan resolusi jihad pada buku yang berjudul “Pengabdian Seorang Kyai untuk Negeri, buku tersebut kini disimpan di Museum Kebangkitan Nasional pada tahun 2019, usai menetapkan resolusi jihadnya untuk melawan pasukan kolonial yang ada dikota Surabaya, Jawa Timur. Dengan adanya resolusi jihad beliau tersebut dapat menggerakkan para santri, pemuda, serta masyarakat agar bersatu dan bergerak bersama untuk mengusir tentara kolonial yang telah banyak menyengsarakan orang yang ada di Surabaya, puncak perjuangan mereka terjadi pada 1945 silam yang lebih tepatnya pada 10 November.

Singkat cerita tentang kronologi resolusi jihad yang diserukan oleh KH Hasyim Asy’ari, pada tanggal 21 dan 22 Oktober pada saat pengurus organisasi NU Jawa dan Madura menggelar pertemuan tentang tujuan untuk menyatakan sikap setelah mendengar  tentara Belanda dan sekutu yang ingin kembali mengambil alih kekuasaan atas wilayah Indonesia, pertemuan tersebut digelar di Surabaya. Pada saat itu kaum santri memohon kepada pemerintah Republik Indonesia untuk menentukan suatu sikap dan tindakan yang lebih nyata atas upaya-upaya yang dapat membahayakan kemerdekaan, agama serta negeri yang mereka cintai yakni Negara Indonesia terutama pada pihak Belanda yang ingin sekali menguasai kembali Indonesia. Bagi NU, Belanda dan juga Jepang telah berbuat Dzalim kepada warga pribumi dengan menyiksa mereka, memperlakukan mereka layaknya budak di negara sendiri, dipaksa untuk bekerja dan membua jalan tanpa diberi upah yang pantas ataupun sesuap nasi yang membuat mereka kenyang setelah seharian penuh bekerja. Namun, mereka hanya menyiksa para wakga pribumi yang ingin memberontak, dan ada juga membiarkan warga pribumi mati begitu saja karena kelaparan.

Pada tanggal 22 Oktober terdengarlah seruan yang dibacakan oleh pahlawan nasional sekaligus ketua Rais Akbar NU yaitu KH Hasyim Asy’ari. Seruannya berisikan perintah bagi umat Islam untuk berperang atau jihad melawan tentara sekutu yang ingin mengambil alih Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Presiden Pertama Indonesia Ir. Soekarno. Resolusi tersebut membawa pengaruh yang besar dan bedampak besar saat diserukan oleh KH Hasyim Asy’ari. Hal itulah yang akhirnya dapat menggerakkan rakyat dan juga santri untuk melakukan perlawanan sengit dalam pertempuran di Surabaya, banyak santri yang berperan aktif dan juga terlibat dalam perang tersebut.

Pada hari-hari berikutnya, resolusi jihad tersebut menjadi pendorong keterlibatan santri dan juga para Jamaah NU untuk ikut serta dalam pertempuan melawan sekutu dengan pimpinan Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby, puncak pertempuran tersebut saat Jenderal dari sekutu tewas dalam pertempuran pada 10 November 1945 silam. Namun, perlawanan sekutu tak berhenti dari situ tidak hanya Surabaya yang diserang. Kota Semarang pun ikut serbu oleh tentara sekutu, rakyat Semarang pun juga mengadakan perlawanan yang sama tehadap tentara sekutu yang mendarat di ibu kota Jawa Tengah itu, tidak hanya di Jawa Timur dan Jawa Tengah banyak daerah lain yang bangkit dan ikut melakukan perlawanan terhadap serangan sekutu yang ingin menguasai Indonesia. Itulah alasan tombak kebangkitan rakyat Indonesia dan juga para santri untuk melakukan perlawanan bagi tentara sekutu.

Nah, setelah melihat secara singkat kilas balik sejarah bagaimana terjadinya resolusi jihad dan kebangkitan rakyat Indonesia dan juga kebangkitan santri maka diharapkan para santri masa kini paham agar para santri lebih bersungguh sungguh dalam memuntut ilmu di pesantren agar dapat hidup mandiri, hidup dengan sederhana, saling tolong menolong, tekun dalam mengaji agar dapat menyerap ilmu yang telah diajarkan secara fisik akan tetap juga diterapkan dari segi sosial dan juga mental/spiritual. Santri terdahulu yang ikut melakukan resolusi jihad tersebut juga dipupuk dan dilatih agar memiliki semangat kebangsaan.

Dengan cara belajar dan juga hidup seperti itu, melahirkan banyak tokoh dan ulama yang tidak hanya kuat dalam bidang agama akan tetapi juga memiliki jiwa pelopor, bahkan menjadi guru untuk bangsanya. Maka dari itu diharapkan agar para santri masa kini yang telah dilimpahi banyak kecangihan teknologi yang ada diharapkan tidak terlena akan itu. Semoga masih bisa menjalankan amanah dan perintah yang diberikan oleh orang tua yang dititipkan pada pundak kalian jadilah anak yang memiliki ilmu agama luas dan juga diiringi sikap nasionalis yang tinggi. “Tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri jajahan” kata KH. Hasyim Asy’ari. 

Komentar