MEMBUMILAN NILAI PLURALISME DAN MULTIKULTURALISME

dak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara plural dan multikultural. Komposisi penduduk dengan beragam budaya, etnis, suku, agama, ras dan bahasa menjadikan wajah Indonesia kaya akan keberagaman. Keberagaman ini sebenarnya menjadi salah satu potensi besar bagi kemajuan bangsa apabila dapat dikelola dengan baik. Sebaliknya, ia juga dapat menjadi sumber konflik. 

Sejak awal Indonesia didesain oleh founding fathers (para pendiri bangsa) untuk memiliki sebuah sistem kebangsaan yang mampu memayungi seluruh elemen masyarakat tanpa membedakan golongan satu dengan yang lain. Terciptalah Pancasila sebagai dasar negara dengan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan keadilan, Bhinneka Tunggal Ika (University in Diversity) sebagai semboyan bangsa yang multikultural ini. UUD 1945 pun dirancang sebagai perundang-undangan yang mampu menjamin keberagaman itu untuk mendapatkan kedudukan yang sama di mata hukum. Masyarakat yang tinggal di negara plural dan multikultural ini diharapkan mencapai kesetaraan dalam pemenuhan hak sebagai warga negara dan negara bertanggung jawab sepenuhnya untuk memenuhi hak-hak tersebut. Namun, dalam catatan perjalanannya, Indonesia hingga saat ini masih dibenturkan dengan identitas mayoritas-minoritas. Hal ini tidak jarang menyebabkan munculnya diskriminasi dan marginalisasi. Selain itu, konflik antar kelompok, suku, golongan dan agama juga ancaman tersendiri bagi plural dan multikulturalnya Indonesia. Fenomena-fenomena ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara plural dan multikultural belum benar-benar mempraktekkan nilai dan prinsip dasar dari pluralisme dan multikulturalisme itu sendiri.

Pluralisme Sebagai Tawaran Dalam Kehidupan Bermasyarakat Di Indonesia

Pluralisme lahir di Indonesia sebagai sesuatu hal yang menjadi kontroversial. Keberadaanya diwarnai dengan perdebatan di berbagai kalangan. Pluralisme sesungguhnya merupakan ekspresi dari pandangan seseorang yang melihat keberagamaan penganut agama lain. Namun, hal ini dimaknai dengan intrepretasi yang berbeda oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia). MUI memiliki peran sebagai penghubung antara ulama dan pemerintah, memiliki wewenang untuk memberikan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan Masyarakat.5 Dalam hal ini MUI pun memberikan responnya melalui fatwa haram terkait dengan pluralism agama dalam keputusan fatwa MUI Nomor 7/MUNAS VII/MUI/II2005. Fatwa haram ini didasarkan pada intrepretasi MUI yang menyatakan bahwa pluralisme agama yaitu suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama ialah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama lain yang salah, pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.6 Berdasarkan hal ini, MUI terkesan memberikan respon inklusif yang cenderung bersifat tertutup. Pluralisme dipandang sebagai sesuatu yang kurang relevan diterapkan di Indonesia bila berdasar pada penetapan fatwa ini.

Mengelola Konflik Dalam Masyarakat Multikultural 


Tantangan global selalu muncul dan berbeda – beda bentuknya sesuai dengan perkembangan zaman. Keberadaan manusia adalah sebuah kebutuhan fisio psikis rohani, sedangkan manusia Indonesia memahami dimensi ini dalam sabuah lingkungan kebudayaan yang berkarakter khas.15 Maka dari itu pembangunan yang melingkupi manusia dan masyarakat Indonesia dilakukan melalui pengembangan sejumlah unsur serta keinginan yang dipunyai dalam rangka pembentukan dari kesejahteraan jiwa raga melalui aspek religious, kultural, sosial, fisik, dan ekonomi. Sebagai bangsa yang berdaulat, kita tidak dapat menolak arus globalisasi dan sistem internasional yang kini bersifat borderless. Menurut Mukti Ali dalam bukunya yang berjudul Agama, Kebudayaan, dan Pembangunan mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang terbuka, baik dalam modal asing, maupun bagi masuknya arus agama – agama besar serta kebudayaan.17 Ditambah lagi Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan ragam suku dan budaya, namun tidak jarang juga kemajemukan ini melahirkan beberapa konflik. Sangat disadari bahwa ini menjadi beban berat bagi kita semua. Secara internal, kita harus mengelola kemajemukan agar tidak menjadi perselisihan, namun di eksternal kita harus mampu menghalau tantangan yang ada. Maka dari itu untuk menghalau tantangan dari luar kita harus memperkuat fondasi dari dalam bangsa ini sembari menghalau tantangan arus globalisasi di tengah arus persaingan global. Yang harus dimulai dari membumikan pluralisme di dalam kehidupan yang multikultur yaitu menanamkan nilai – nilai dari pluralisme itu sendiri. Pluralisme disini merupakan rasa menerima perbedaan dan menghargai baik dari segi budaya maupun agama. Untuk konteks Indonesia sendiri, kita harus kembali lagi terhadap pedoman yang dianut oleh bangsa kita. Nilai – nilai pancasila telah merefleksikan ide – ide pluralisme. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, kesejahteraan merupakan konsep kunci dari nilai pancasila yang seharusnya menjadi titik awal kita berperilaku. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan maupun kekuatan spiritual tidak dapat dipisahkan dalam setaip elemen kehidupan. Nilai – nilai Ketuhanan beriringan dengan keimanan mengatur seperangkat norma serta doktrin di dalam agama. Nilai – nilai kemanusiaan pun menjadi perhatian penting dalam kehidupan. Ketuhanan dan kemanusiaan menjadi konsep penting dalam universalitas. Dengan membumikan pluralisme di Indonesia melalui nilai pancasila, setidaknya kita mampu mengelola konflik dengan menghindari ekslusivitas diri terhadap klaim –klaim kebenaran yang hakiki terhadap budaya maupun agama sendiri.



Komentar