PENERAPAN HUKUM PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA
Sebelum kita masuk dalam pembahasan kali ini, ada baiknya jika mengenal dahulu apa itu hukum pidana tentang narkotika dan juga hukum pidana bagi orang yang menyalahgunakan narkotika itu sendiri.
Narkoba (Narkotika dan Obat-obatan) merupakan zat atau obat alami, sintetis, ataupun semi sintetis, yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi serta daya rangsang. Sementara menurut UU Narkotika Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa narkotika merupakan zat buatan ataupun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran serta menyebabkan kecanduan.Zat yang terkandung dalam narkoba tersebut dapat berdampak buruk bagi kesehatan fisik maupun mental jika disalahgunakan.
Tindak kejahatan narkoba merupakan kejahatan luar biasa yang menjadi perhatian seluruh negara di dunia karena dampak jangka panjangnya dapat merusak satu generasi suatu bangsa.Hingga tahun 2020 total kasus tindak pidana Narkoba di Indonesia mencapai 40.756 kasus. Paling banyak terjadi di Sumatera Utara (6.542 kasus), DKI Jakarta (5.885 kasus), dan Jawa Timur (4.674 kasus). Sebaran jumlah kasus untuk provinsi lainnya dapat dilihat pada peta di atas. Semakin pekat warna oranye pada tiap wilayah provinsi, maka semakin tinggi jumlah kasus narkobanya. Di Indonesia, Narkotika sudah pada level yang mengkhawatirkan dan dapat mengancam keamanan dan kedaulatan negara. Banyak kasus yang disebabkan oleh kasus narkotika. Daerah yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh peredaran narkotika lambat laun berubah menjadi sentra peredaran narkotika. Begitu pula anak-anak yang berumur dibawah 21 tahun yang seharusnya masih tabu mengenai barang haram ini, belakangan ini telah berubah menjadi sosok pecandu yang sukar untuk dilepaskan ketergantungannya . Saat ini narkotika dapat dengan mudahnya diracik sendiri sehingga sulit untuk mendeteksi penggunanya. Pabrik narkoba secara illegal pun banyak didapati di Indonesia. Peredaran narkotika di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh Warga Negara Asing seperti kasus Tee Kok King alias Ayung alias Polo yang berkewarganegaraan Malaysia.
Polo diringkus Polda Bali saat membawa sabu seberat 4,64 gram netto, yang rencananya akan diperdagangkan oleh pelaku. Pecandu narkotika wajib direhabilitasi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pecandu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dalam keadaan ketergantungan baik secara fisik maupun psikis, tentang penempatan penyalah guna, korban penyalahguna dan pecandu narkotika ditempatkan ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan sosial.
Ini berarti menempatkan penyalah guna narkotika sebagai korban kejahatan narkotika. narkotika, diatur mengenai penguatankelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional. Dasar hukum pembentukan Badan Narkotika Nasional adalah Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. Badan Narkotika Nasional merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam UU Narkotika, peran Badan Narkotika Nasional (BNN) ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden dan mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yaitu BNN Provinsi dan BNN Kabupaten/Kota.
Dampak dari penyalahgunaan Narkotika tidak dapat dianggap sepele, karena sama halnya dengan Korupsi dimana keduanya sama-sama mengancam kemajuan bangsa dan keamanan negara. Kasus Narkotika masih menjadi tren atau masih dominan diantara beberapa kasus kejahatan ataupun pelanggaran lainnya dan itupun hanya sebatas kasus yang terungkap atau terdata. Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak kasus Narkotika yang diselesaikan secara “damai” sehingga kasus tersebut tidak terdata (dark number). Keadaan yang demikian ini dalam tataran empirisnya mengakibatkan narkotika sering disalahgunakan bukan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan, melainkan dijadikan ajang bisnis yang menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana kegiatan ini berimbas pada rusaknya fisik maupun psikis mental semua lapisan masyarakat. Dari segi usia, narkotika tidak hanya dinikmati golongan remaja saja, tetapi juga golongan setengah baya maupun golongan usia tua. Penyebaran narkotika tidak lagi terbatas di kota besar, tetapi sudah masuk kotakota kecil dan merambah ke kecamatan bahkan desa-desa.
Penyebab penggunaan narkotika secara tidak legal yang dilakukan oleh para remaja dapatlah dikelompokkan tiga keinginan diantaranya adalah:
a. mereka yang ingin mengalami (the experience seekers) yaitu ingin memperoleh pengalaman baru dan sensasi dari akibat pemakaian narkotika;
b. mereka yang bermaksud menjauhi atau mengelakkan realita hidup (the oblivion seekers) yaitu mereka yang menganggap keadaan terbius sebagai tempat pelarian terindah dan ternyaman; dan
c. mereka yang ingin merubah kepribadiannya (personality change) yaitu mereka yang beranggapan menggunakan narkotika dapat merubah kepribadian, seperti menjadi tidak kaku dalam pergaulan. Sedangkan untuk orang-orang dewasa dan yang telah lanjut usia, alasan menggunakan narkotika yaitu sebagai :
a. menghilangkan rasa sakit dari penyakit kronis;
b. menjadi kebiasaan (akibat penyembuhan dan menghilangkan rasa sakit);
c. pelarian dari frustasi; atau
d. meningkatkan kesanggupan untuk berprestasi (biasanya sebagai zat perangsang).
Pemberantasan narkotika tentunya tidak dapat ditekan jika aparat penegak hukum hanya fokus pada level para pengguna. Seharusnya penguna maupun pecandu ditempatkan sebagai korban ataupun pasien yang harus direhabilitasi, dan yang menjadi target operasi kepolisian adalah para pengedar/bandar.
Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika, telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan Hakim. Penegakan hukum seharusnya diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap meningkatnya perdagangan gelap serta peredaran narkotika, tapi dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran serta perdagangan gelap narkotika tersebut.
Ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah narkotika telah disusun dan diberlakukan, namun demikian kejahatan yang menyangkut narkotika ini belum dapat diredakan. Kasus-kasus terakhir ini telah banyak bandar-bandar dan pengedar narkoba tertangkap dan mendapat sanksi berat sampai hukuman mati yaitu tembak mati, namun pelaku yang lain seperti tidak mengacuhkan bahkan lebih cenderung untuk memperluas daerah operasinya. Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia yang mana pemerintah selaku penyelenggara kehidupan bernegara perlu memberikan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kebijakan yang teragenda dalam program pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah ini tergabung dalam kebijakan sosial (social policy). Salah satu bagian dari kebijakan sosial ini adalah kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy), termasuk di dalamnya kebijakan legislatif (legislative policy). Sedangkan kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) itu sendiri merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy).
Komentar
Posting Komentar